Dari sekian banyak isu "di balik layar" industri kecantikan tanah air, topik-topik yang paling sering saya dengar masih seputar sertifikasi halal, nomor BPOM, atau kontroversi paraben. Animal testing? Not so much.
Bicara soal animal testing, saya rasa pembaca FD sudah banyak yang tahu bahwa di tahun 2013, Uni Eropa sudah mengeluarkan larangan untuk penjualan produk-produk kecantikan yang masih melakukan animal testing. Berdasarkan data dari Cruelty Free International, organisasi yang bergerak di bidang perlindungan hewan, diperkirakan ada sekitar 500 ribu hewan yang dijadikan bahan percobaan untuk produk-produk kosmetik di seluruh dunia setiap tahunnya.
Dibuatnya regulasi baru pada tahun 2013 tersebut merupakan milestone yang sangat berarti bagi Cruelty Free International, yang dalam kampanyenya didukung penuh oleh The Body Shop, beauty brand pertama yang menggalakkan kampanye against animal testing semenjak didirikan tahun 1976 oleh sang founder yang juga seorang aktivis, Dame Anita Roddick.
Baca juga: The Body Shop "Enrich, Not Exploit": Lebih Dari Sekedar Jargon
Nah, minggu lalu saya berkesempatan untuk terbang ke Tokyo bersama The Body Shop Indonesia untuk menghadiri pre-launching kampanye Forever Against Animal Testing. Setelah sukses meyakinkan Uni Eropa untuk memperketat regulasi animal testing, The Body Shop International berharap untuk menggaungkan kampanye mereka secara global dan menyebarkan awareness ini ke Asia.
(Ki-ka: Camilla Adindamaulani (The Body Shop Asia Pacific Corporate Responsibility Manager), Jessie Macneil Brown (The Body Shop Senior Manager International Campaigns & Corporate Responsibility), Michelle Thew (Chief Executive Cruelty Free International)
Kenapa Ini Penting?
Seperti yang saya bilang tadi, awareness soal animal testing di Indonesia masih cenderung rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa. Saya pun termasuk salah satu orang yang tadinya masih "cuek" soal isu ini, padahal saya tahu kalau 80% negara di dunia masih melakukan animal testing untuk produk-produk kosmetik. Tapi isu animal testing bukan hanya sekedar melindungi hewan semata, melainkan juga bagaimana brand kosmetik bisa terus berinovasi dan menghasilkan produk yang berkualitas tanpa harus melakukan eksperimen pada hewan.
Seperti yang dikatakan Michelle Thew, Chief Executive dari Cruelty Free International, animal testing adalah metode yang nggak hanya kejam, tetapi juga kuno, mahal, dan nggak se-akurat yang diperkirakan. Faktanya, animal testing hanya bisa memprediksi human reaction sekitar 40-60%, dimana ada cara-cara lain yang bisa memprediksi lebih tepat hingga 80%. Yup, cara-cara alternatifnya antara lain adalah analisa berbasis komputer (teknologi modern yang bisa mereplika aspek biologis tubuh manusia dan memberikan hasil berdasarkan data-data matematis), penggunaan kulit sintetis, dan juga human volunteer.
The Challenges
Bekerjasama dengan Cruelty Free International selama hampir 28 tahun, kampanye against animal testing yang dilakukan The Body Shop tentu bukan tanpa tantangan. Jessie Macneil-Brown selaku Senior Manager International Campaigns & Corporate Responsibility dari The Body Shop International menjelaskan bahwa masih banyak brand yang terpaku dengan animal testing hanya karena metode tersebut sudah menjadi "tradisi" yang dilakukan sejak lama. Masih banyak perusahaan yang beranggapan bahwa animal testing masih merupakan cara paling aman untuk menguji produk mereka, sekalipun penelitian sudah membuktikan bahwa banyak alternatif lain yang lebih baik.
"The Body Shop sangat bangga bahwa selama ini kami berhasil menciptakan produk-produk inovatif dan berkualitas tanpa melakukan animal testing sekalipun. The Body Shop juga merupakan bukti bahwa global beauty brand pun bisa terus bertahan tanpa animal testing." tambah Jessie.
Melalui kampanye Forever Against Animal Testing yang di-kick-off tanggal 1 Juni 2017 ini, The Body Shop memiliki target untuk mengumpulkan 8 juta tanda tangan dari seluruh dunia untuk kemudian dikumpulkan dan diajukan kepada PBB. Dari sepak terjang The Body Shop dan Cruelty Free International dalam berkampanye selama ini, dibutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk membawa hasil uji lab cara-cara alternatif di atas sampai mendapat persetujuan badan internasional. Petisi dari masyarakat, khususnya loyal customers The Body Shop, diharapkan akan mempercepat proses ini sehingga nggak butuh waktu lama lagi untuk seluruh dunia berhenti melakukan animal testing.
"Adanya regulasi yang ketat bisa mempercepat pengembangan teknologi baru untuk menggantikan animal testing. Kami sebagai organisasi sangat merasakan bedanya memperjuangkan perlindungan hewan sebelum dan sesudah Uni Eropa mengeluarkan larangan di tahun 2013. Karena itu kami butuh deadline supaya PBB bisa lebih fokus dalam menangani masalah ini." tambah Michelle.
Nah, di acara pre-launching kampanye Forever Against Animal Testing tersebut, saya menjadi salah satu perwakilan dari Indonesia yang sudah menandatangani petisinya. Nantinya, petisi ini akan disebarluaskan di seluruh store The Body Shop di seluruh dunia supaya semakin banyak lagi orang yang peduli dan mau menghentikan animal testing once and for all.
Now it's time to do your part! Silakan klik link berikut ini kalau kamu mau tahu lebih banyak soal kampanye Forever Against Animal Testing dan ikut menandatangani petisinya secara online. Kalau kamu masih ragu untuk menyumbang suara di petisi ini, ingat aja satu quotes terkenal dari mendiang Anita Roddick,
"If you think you're too small to make an impact, try going to bed with a mosquito."
:)
The post Masih Wajibkah Animal Testing dalam Uji Coba Kosmetik? appeared first on Female Daily.