Benzoyl peroxide, salicylic acid, dan sulfur adalah bahan-bahan yang sudah terkenal ampuh mengatasi jerawat. Tapi, ada satu efek samping yang sangat mengganggu dan berpotensi mengundang masalah lain, yaitu kulit kering dan mengelupas!
Yang punya kulit acne-prone pasti ngerti banget efek samping skincare untuk jerawat yang biasanya bikin kulit mengelupas, kering, bahkan dehidrasi. Bahkan, retinol yang diresepkan dokter pun nggak boleh dipakai sembarangan, harus dibarengin pelembap supaya kulit nggak over-exfoliated dan moisture barrier tetap stabil.
Karena itu, saya cukup tertarik dengan ide menggunakan repairing cream untuk mengatasi jerawat. Repairing cream (biasa juga disebut recovery cream atau soothing cream) adalah krim bertekstur padat yang biasanya ditujukan untuk kulit hypersensitive yang rentan iritasi, kemerahan, gatal, atau mengelupas. Fokus utamanya juga menjaga moisture barrier, meredakan inflamasi, dan merestorasi kekuatan kulit setelah mengalami medical procedure yang intens seperti chemical peeling, suntik jerawat, ataupun facial.
Repairing cream: Avene Skin Recovery Cream | Klairs Midnight Blue Calming Cream | La Roche-Posay Cicaplast
Jadi, berbeda dengan benzoyl peroxide dan teman-temannya yang membasmi jerawat dengan cara membunuh bakteri atau mengurangi produksi minyak, repairing cream bekerja dengan cara memperbaiki kulit yang iritasi dan kemerahan. Konteksnya lebih ke menguatkan lapisan kulit dan mengembalikannya ke fungsi normal dibanding "menyerang"-nya dengan harsh ingredients.
Kandungan apa aja yang biasanya ada pada repairing cream? Masing-masing brand punya formula masing-masing, tapi bahan yang biasa ditemukan adalah gliserin (pelembap), peptide (meningkatkan kolagen), centella asiatica, panthenol, zinc (antioksidan dan penghalus kulit), bahkan lendir siput (pelembap) untuk beberapa produk Korea.
Cara memakai repairing cream ini bisa bermacam-macam, bisa hanya ditotol di area bermasalah aja layaknya spot treatment atau dioles tipis ke seluruh wajah sebagai pelembap. Tapi, karena tekstur krim ini biasanya padat dan nggak langsung meresap seperti pelembap untuk kulit berminyak pada umumnya, mengaplikasikannya pun harus tipis-tipis supaya terhindar dari pori-pori tersumbat. Apalagi di beberapa repairing cream, kandungan pelembapnya juga termasuk tinggi (contoh: mineral oil, argan oil, shea butter) jadi jangan sampai wajah malah terasa greasy.
Apakah menggunakan repairing cream terbukti lebih ampuh dibandingkan obat jerawat biasa? Sama seperti general rule of thumb dalam skincare, tentu semuanya kembali ke kulit masing-masing. Yang jelas, metode ini sudah pasti lebih gentle, less abrasive, dan lebih aman di kulit sensitif karena produk yang dipakai adalah produk gentle. Dilihat dari kandungannya, repairing cream akan lebih bekerja pada jerawat/ bruntusan yang timbul karena iritasi kulit.
Saya sendiri belakangan ini bereksperimen dengan Klairs Midnight Blue Calming Cream untuk ngatasin bruntusan yang cukup kasar di pipi, dan setelah beberapa hari bruntusannya cukup mendingan dan tekstur kulit jadi lebih halus. Saya cukup senang dengan fakta bahwa krim ini bisa membantu meredakan bruntusan sekaligus melembapkan kulit, tapi tentu saya belum bisa menilai apakah metode ini berhasil 100%. Kalau memang metode ini berhasil di kulit saya, pasti akan saya update lebih lanjut :D
Ada yang sudah mencoba memakai repairing cream untuk mengatasi jerawat? Gimana reaksinya di kulit kamu?
The post Metode Redakan Jerawat dengan Repairing Cream stok appeared first on Female Daily.