"Seperti apa bentuk perempuan ideal versi kamu?"
Pertanyaan ini dilontarkan pada puluhan siswi SMA 74 Jakarta, tepatnya di acara Dove Self-Esteem Project, program pengembangan kepercayaan diri remaja oleh Dove yang diadakan hari Senin (16/4) lalu. Untuk menjawabnya, seluruh siswi kelas 10 dan kelas 11 diberi kertas di mana mereka harus menggambar dan menuliskan detail fisik sosok perempuan yang menurut mereka ideal tersebut. Seperti apa rambutnya? Berapa berat badannya? Apa warna kulitnya?
Para siswi ini dibagi menjadi beberapa kelompok yang dipimpin oleh beberapa mentor. Sosok-sosok perempuan sukses yang ditunjuk menjadi mentor kelompok antara lain adalah fotografer Diera Bachir, social entrepreneur Angkie Yudistia, atlet bulutangkis nasional Bellaetrix Manuputty, social media influencer Tanya Larasati, dan masih banyak lagi.
Jawaban yang diberikan masing-masing grup cukup beragam, tapi bisa ditarik benang merahnya. Hampir semua setuju bahwa sosok perempuan ideal adalah yang badannya langsing semampai, punya rambut sehat, bulumata lentik, bibir kemerah-merahan, dan kulit yang halus. Seolah-olah memang sudah ada satu standar tertentu bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan dengan kriteria tersebut.
Lalu, bagaimana dengan remaja perempuan yang penampilan fisiknya berbeda dengan ciri-ciri tersebut?
Berdasarkan hasil penelitian Dove (Girls Beauty Confidence Report) di tahun 2017, sebanyak 54% remaja memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Hasilnya, 8 dari 10 remaja enggan untuk daftar ekskul atau mengikuti berbagai macam aktivitas, entah itu berenang, klub menari dan lain sebagainya. Hal inilah yang menghambat para remaja untuk meraih potensi optimal dari dirinya.
Karena itu, objektif dari Dove Self-Esteem Project yang sudah berjalan dari tahun 2004 ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja, terutama remaja perempuan, untuk bisa berani mengeksplor segala kesempatan dan menyalurkan minatnya. Ketika ditanya dari mana mereka mendapatkan standar kecantikan ini, jawabannya nggak jauh-jauh dari foto-foto yang diedit di majalah maupun social media, serta tekanan dari masyarakat agar perempuan harus selalu terlihat "cantik". Cantik definisi siapa pula, nggak ada yang tahu, karena standar kecantikan pun berubah-ubah seiring zaman!
Untuk membahas lebih lanjut soal ini, Dove Self-Esteem Project juga mengadakan sharing session yang dipandu oleh host Tina Talisa bersama fotografer Nicoline Patricia Malina, Angkie Yudistia, dan Wakil Redaktur Liputan 6, Adhinda Tri Wardani.
Masing-masing pembicara berbagi kisah pribadi mereka saat berusaha meraih kepercayaan diri saat masih remaja dulu. Mulai dari Nicoline yang pernah di-bully karena memiliki tinggi badan di atas rata-rata, kemudian menemukan passion-nya di dunia fotografi dan memutuskan berkarya di bidang tersebut, sampai Angkie yang kehilangan pendengaran di usia sangat belia dan butuh waktu 10 tahun untuk bisa menerima dirinya. Untuk Dhinda, perannya sendiri di media adalah lebih ke mengedukasi masyarakat soal pentingnya merawat tubuh atau mempercantik diri, tapi bukan berarti kita hanya boleh fokus di situ.
Selain peran media yang juga harus mendobrak standar kecantikan, ada lagi satu faktor penting yang bisa mendorong kepercayaan diri remaja. Menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan, Kreativitas, dan Budaya dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Elvi Hendrani, lingkungan sekolah dan rumah juga harus kondusif agar remaja nggak mencari "rumah" di tempat lain.
Caranya gimana? Salah satunya adalah dengan mendukung minat dan hobi anak, terutama di usia remaja saat mereka lagi giat-giatnya mencoba berbagai hal baru. Jangan batasi minat para remaja sehingga mereka merasa stuck dan nggak didukung.
"Sampai sekarang, Dove sudah memberikan dampak positif kepada lebih dari 20 juta remaja di 139 negara, termasuk Indonesia." ujar Brand Manager Dove Hair & Masterbrand, Yuliana Safriani. "Dove Self-Esteem Project turut menjadi penyedia terbesar edukasi kepercayaan diri dan self-esteem berbasis bukti, dan berencana untuk membantu 20 juta remaja lainnya di 2020."
Dove sebagai brand kecantikan sendiri sudah berusaha untuk pelan-pelan menggeser standar kecantikan di masyarakat dengan meluncurkan Dove Real Beauty Pledge. Beberapa komitmennya, selain membantu lebih banyak perempuan untuk lebih percaya diri di tahun 2020, adalah tidak menggunakan model untuk setiap campaign-nya dan tidak memberikan digital editing untuk setiap foto-fotonya.
Salah satu nasihat paling penting yang disampaikan di acara Dove Self-Esteem Project di SMA 74 kemarin adalah bahwa semua remaja perempuan harus bisa belajar dari Kartini. Kartini tidak menunggu keadaan menjadi sempurna sebelum akhirnya mengubah kesempatan belajar bagi perempuan Indonesia. Meneladani sosok Ibu Kartini, Dove ingin agar semua remaja di Indonesia bisa berkarya lewat jalan yang mereka pilih masing-masing, tentunya dengan bekal pengetahuan dan kepercayaan diri yang kuat. Yuk, mari kita dukung!
The post 50% Remaja Terintimidasi Standar Kecantikan, Kenapa? appeared first on Female Daily.